-
Ruko CBD, Blok C No. 9, Green Lake City
Jl. Green Lake City Boulevard, Cengkareng, Jakarta Barat
-
Mail us:
- Market Place
BERITA & AGENDA
Ibu dan Anak Meninggal di Tengah Keindahan Alam NTT
SHNet, JAKARTA – “Apakah benar kita ini bangsa yang besar dan mulia? Bangsa yang besar dan mulia adalah yang menghargai anak kecil dan ibu!”
Pertanyaan dan penegasan itu dikemukakan Rozan Anwar, Co-Founder PT DayaLima Abisatya, saat mempresentasikan prototype program EPSP (Executive Program for Sustainable Partnership) Batch 4, Universitas Paramadina, bekerja sama dengan Company Community partnerships for Health Indonesia (CCPHI) dan Ford Fondation bertema Menurunkan Angka Kematian Bayi dan Angka Kematian Ibu di Provinsi Nusa Tenggara Timur di Universitas Paramadina, Jakarta, pekan lalu.
Rozan Anwar bersama empat rekannya melakukan penelitian di NTT selama dua minggu untuk membuat prototype tersebut. Mereka adalah D’Carlo Purba (Progam Directur ADRA Indonesia), Laily Hanafiah (Executive Director Yayasan Mitra Inti), Novana Putri (Kasubdit Praktek Perorangan, Ditjen Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan) dan Yudi Irawan (Legal Manager PDAM Pemda DKI Jakarta).
“Ada empat orang perempuan yang meninggal tiap hari karena mereka perempuan yang harus melahirkan anak-anak mereka,” kata Rozan. Sungguh ini hal yang tidak adil dan tidak mulia. Sampai kapan angka kematian ibu dan anakini harus terus terjadi di negara ini?
Propinsi NTT, katanya, penuh ironi. Alamnya sangat indah. Ke manapun badan dibawa dan mata memandang, di situ ada alam yang indah. Pantai, kehidupan bawah laut, daratan, semuanya indah. Orang-orangnya juga ramah. Tidaklah mengherankan kalau pemerintah saat ini sedang getol menggenjot sektor pariwisata di NTT.
Tragedi Mie Instan
Namun, di balik keindahan alam yang mempesona tersebut tersimpan sejumlah tragedi yang terbuka dan sudah berlangsung lama. Tragedi-tragedi itu bukannya tidak diketahui, tetapi karena sudah berlangsung lama dan terbuka, seakan dianggap hal yang biasa-biasa saja.
Yudi Irawan menjelaskan, tragedi pertama adalah kemiskinan. Wajah kemiskinan di NTT sangat majemuk dan hal itu membuat penduduk terjerat ke banyak hal. Horror of poverty. Ke manapun kita pergi di berbagai sudut NTT, masalah kemiskinan sangat menganga.
Kemiskinan memunculkan tragedi-tragedi lain. Mutu pendidikan masih sangat rendah. “Banyak anak tidak memiliki akses ke pendidikan,” kata Yudi. Padahal kalau diberi akses dan kesempatan yang sama untuk mengikuti jenjang pendidikan, jalan untuk keluar dari rantai kemiskinan bisa ditemukan.
Kemiskinan mengakibatkan masalah gizi buruk bagi anak-anak. Ia mengemukakan, penduduk NTT ingin hidup modern, tetapi tidak siap. Ada banyak biji-bijian yang mengandung gizi tinggi, namun dilupakan karena ingin makan nasi atau yang lain-lain karena dianggap lebih modern.
“Untuk penuhi gizi, mereka lupakan kearifan lokalnya. Mie instan dianggap paling bergizi. Bayangkan ibu hamil dan anak balita diberi mie instan terus-menerus. Mau jadi apa hasilnya?” kata Yudi.
Keberadaan air bersih, tambahnya, menambah kesulitan masyarakat NTT yang telah memikul beban berat kemikinan. Ada banyak fasilitas kesehatan di pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) atau bahkan rumah sakit yang tidak berfungsi atau tak bisa digunakan karena ketidaan air. Demikian juga listrik yang lebih banyak padam.
D’Carlo Purba mengungkapkan tidaklah mengherankan kalau banyak penduduk NTT yang menjadi TKI. Namun, karena tidak dibekali dengan mutu pendidikan yang baik, banyak TKI yang kemudian menjadi korban kekerasan atau masalah lain di luar negeri.
“Sudah 48 mayat TKI yang dipulang ke NTT pada tahun kami melakukan prototype ini,” kata D’Carlo.
Jika dilihat lebih jauh, berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) hadir di NTT untuk berbagai jenis kegiatan. Hasilnya, ada sedikit pengurangan tetapi tidak terlalu membanggakan dan karenanya semua pihak harus membuka mata dan hati serta pikiran.
Tawaran
Laily Hanafiah mengungkapkan, upaya membangun trust (kepercayaan) masyarakat kepada pemerintah setempat dan sebaliknya adalah hal yang harus dilakukan di NTT. Masyarakat perlu mendapat pemahaman bahwa dirinya berhak menuntut pelayanan publik yang baik dari pemerintah.
Masyarakat memiliki hak untuk menuntut. Namun, pada saat bersamaan peningkatan kapasitas pemerintah daerah adalah syarat dasar. Tanpa peningkatan kapasitas pemerintah daerah, semua akan jadi mubazir.
Ada masalah budaya di hampir keseluruhan NTT, yakni menempatkan perempuan sebagai pihak yang lemah. Banyak perempuan nikah ada usia dini, dan harus mengikuti kemauan dan keinginan orang tuanya. Kaum perempuan tidak bebas dalam menentukan pilihan akan masa depannya.
Nah, penguatan peran perempuan sangat dibutuhan NTT saat ini agar antara pria dan perempuan makin setara. (Inno Jemabut)
Artikel diambil dari SHNet - http://sinarharapan.net/2016/11/ibu-dan-anak-meninggal-di-tengah-keindahan-alam-ntt/