Tanoto Foundation dan SMERU: Penelitian Tingkat Stunting di Rokan Hulu
Pada tahun 2018, WHO menetapkan Indonesia sebagai negara dengan status gizi buruk. Banyak anak Indonesia masih mengalami kekurangan gizi kronis terutama dalam 1000 hari pertama kehidupan yang menyebabkan stunting. Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada balita yang terlihat dari panjang atau tinggi badan yang kurang dibandingkan dengan usia. Anak yang menderita stunting, bukan hanya terganggu pertumbuhan fisiknya (bertubuh pendek/kerdil) saja, melainkan juga terganggu perkembangan otaknya, yang mana tentu akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan dan prestasi di sekolah, produktivitas dan kreativitas di usia-usia produktif. Akibat berbagai dampak tersebut, stunting dianggap sebagai salah satu ancaman serius terhadap daya saing suatu bangsa.
Banyak faktor mempe-ngaruhi stunting, antara lain seperti praktik pengasuhan yang tidak baik, kurangnya asupan gizi ibu hamil dan balita, terbatasnya akses kepada layanan kesehatan, dan kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi. Sekitar 9 juta balita di Indonesia menderita stunting; atau 1 dari 3 balita mengalami stunting. Dalam hal ini Indonesia menempati posisi ke-5 di dunia dengan jumlah penderita stunting terbanyak setelah China, Pakistan, Nigeria, dan India (UNICEF, 2013). Di wilayah Asia, kondisi stunting di Indonesia masih cukup tinggi dibandingkan negara-negara tetangga seperti Vietnam, Malaysia dan Thailand. Data WHO juga menunjukkan bahwa kondisi stunting di Indonesia masih berada pada titik yang cukup kritis. Bahkan beberapa wilayah seperti Kalimantan Selatan, Gorontalo, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur hingga Papua Barat berada dalam kondisi cukup kritis dengan angka di atas 30% dan mendekati 40%.
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2018) menunjukkan bahwa secara keseluruhan populasi, prevalensi stunting di Indonesia memang mengalami penurunan dari 37,2% di tahun 2013 menjadi 30,8%. Namun batas toleransi stunting yang ditentukan oleh WHO adalah 20 persen atau seperlima dari jumlah keseluruhan balita, sehingga angka penurunan yang tertera di dalam Riskesdas 2018 masih belum tergolong baik. Masih banyak upaya yang dapat dimaksimalkan untuk mempercepat proses penurunannya.
Wakil Presiden Jusuf Kalla di tahun 2017, menyerukan perlunya pengembangan Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting. Strategi nasional bertujuan untuk memperkuat semua layanan dan mendorong konvergensi program-program di tingkat nasional, daerah, dan masyarakat. Strategi ini mengumpulkan komitmen 22 kementerian untuk menggabungkan berbagai intervensi gizi prioritas. Pada tahun 2018, strategi ini menyasar 100 kabupaten dengan tingkat stunting yang tinggi dan akhirnya seluruh 514 kabupaten dan kota pada 2021.
Download PDF